Tuesday 7 October 2014

Pañcasīla Unsur Kelima: Bagaimana Jika Minum Minuman Keras tapi Tidak Mabuk?

Minum minuman keras mabuk kesadaran lemah
Minum minuman keras.
Berbicara mengenai peraturan kemoralan (sīla), sebagai umat Buddha tentu kita langsung teringat pada lima unsur kemoralan mendasar (pañcasīla). Kita sebagai umat Buddha dianjurkan untuk menjaga lima moralitas tersebut agar tidak melanggarnya. Kelima unsur moralitas itu secara singkat adalah menghindari pembunuhan, pengambilan barang yang tidak diberikan, perbuatan asusila, berkata bohong, dan minum minuman keras yang menyebabkan lemahnya kesadaran.

Dalam tulisan saya kali ini, saya akan cenderung memfokuskan tulisan ini pada pembahasan unsur yang kelima dari pañcasīla Buddhis. Bunyi dari unsur kelima ini adalah, “Surāmerayamajjapamādaṭṭhānā veramaṇi sikkhāpadaṁ samādiyāmi.” Yang berarti, “Aku bertekad melatih diri menghindari minum minuman keras yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran.”


Rashid (2009: 39) menyatakan ada empat faktor yang menyebabkan terlanggarnya peraturan kemoralan yang kelima ini. Faktor yang pertama adalah ada sesuatu zat berupa minuman, zat padat, atau apapun yang memiliki potensi untuk melemahkan kesadaran. Faktor kedua adalah seseorang memiliki niat untuk meminum atau menggunakannya. Faktor yang ketiga adalah ada usaha dari orang tersebut untuk meminum atau menggunakannya. Faktor yang terakhir adalah timbul gejala mabuk setelah meminum atau menggunakannya. Ketika empat faktor tersebut terpenuhi, maka dikatakan seseorang telah melanggar peraturan kemoralan kelima.

Namun saya pernah ditanya oleh salah seorang mahasiswa berkenaan dengan sīla kelima ini. Pertanyaan yang dilontarkan tersebut adalah, “Bagaimana jika seseorang meminum minuman keras, namun setelah minum tidak timbul gejala mabuk? Apakah melanggar sīla tersebut?” Saya cukup tercengang ketika mahasiswa tersebut bertanya demikian.

Setelah saya menganalisis pertanyaan tersebut selama beberapa saat, saya menemukan akar pertanyaan tersebut. Pertanyaan itu muncul berasal dari pernyataan faktor keempat yang telah disebutkan, yaitu “munculnya gejala-gejala mabuk.” Dalam hal ini, saya memutuskan untuk menunda menjawab pertanyaan tersebut dan mulai membaca berbagai membaca referensi lainnya.

Ternyata, terdapat beberapa perbedaan mengenai faktor-faktor penentu pelanggaran sīla kelima tersebut. Ada banyak ahli yang menyatakan bahwa pelanggaran terjadi dengan salah satu ciri bahwa peminum minuman keras tersebut mengalami gejala mabuk. Namun, ada beberapa pendapat ahli Dhamma Vinaya yang juga patut diperhatikan. Misalnya pernyataan bahwa pelanggaran sīla kelima ini terjadi ketika cairan minuman tersebut telah melewati tenggorokan. Dengan kata lain, meskipun belum terjadi atau bahkan tidak terjadi gejala mabuk, ketika minuman tersebut telah masuk ke dalam tubuh, saat itu pula pelanggaran terjadi. Nah, dengan berbekal informasi itu, saya kemudian menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh mahasiswa tersebut di pertemuan yang selanjutnya.

Dari kasus yang saya alami ini, saya hendak berbagi dengan Saudara-saudara bahwa dalam menyikapi pertanyaan-pertanyaan tertentu, kita perlu menganalisis dan tidak menjawabnya dengan buru-buru. Sudah semestinya kita harus bisa menyikapi semua pertanyaan dengan bijak. Karena jika sampai salah emnjawab, efek yang ditimbulkan bisa saja berdampak buruk. Misalnya dalam kasus ini, jika seseorang tidak menganalisis secara mendalam, mungkin akan timbul pikiran dalam dirinya, “tidak mengapa minum minuman keras asalkan tidak sampai mabuk.” Hal ini tentu menjadi hal yang membahayakan.

Secara pribadi, saya lebih setuju dengan pernyataan bahwa salah satu faktor penyebab terlanggarnya sīla kelima ini adalah ketika minuman tersebut masuk ke dalam tubuh kita, meskipun hanya setetes dan tidak memberikan efek mabuk. Dengan demikian kita sebagai umat Buddha akan memiliki pengendalian diri yang lebih baik.

Baiklah Saudara pembaca, demikian sedikit sharing yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Silahkan berkomentar untuk memberikan tanggapan, kritikan, maupun saran.

Referensi:
Rashid, Teja S.M. 2009. Sila dan Vinaya. Jakarta: Penerbit Buddhis Bodhi

2 comments:

  1. Mantab gan.. Sangat bermanfaat, terutama bagi mahasiswa Buddhist. Mampir ke yogapangestubuddhist.blogspot.com

    ReplyDelete
  2. Ok gan, makasih. Bakalan mampir ane.

    ReplyDelete